Saya ibu rumah tangga, bertugas 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, 30-31 hari dalam sebulan, setahun 365 hari kalau tahun kabisat datang, saya dapat bonus hari kerja tambahan menjadi 366 hari. Coba sebutkan profesi apa yang bisa menandingi jam kerja kami, ibu rumah tangga? Tentu saja jawabannya tidak ada.
Saat dianugerahi putri pertama, saya kaku sekali, suka moody kalau yang terjadi tak sesuai ekspektasi atau teori, mudah menangis, meruntuki diri sendiri, merasa tidak becus jadi ibu, padahal saya merasa sudah menyiapkan diri. Saat putri kedua lahir saya mulai percaya diri, namun ada yang salah dengan mindset saya, saya seringkali meminta apresiasi, ingin diakui atas capaian diri membarengi anak-anak, utamanya dari Pak suami. Ternyata, melakukan sesuatu berangkat dari ingin puja-puji membutuhkan energi yang sangat tinggi, saya lelah dan tentu saja bahagia saya sedikit sekali.
Allah masih memberikan saya kesempatan remedial lagi. Dianugerahi anak ketiga dan keempat dengan jarak yang dekat pula. Allah mendewasakan saya saat itu, bahwa sebaik apapun perencanaan saya, rencanaNya lebih baik lagi, hanya saja mata saya tak mampu menangkap luasnya hikmah yang tersembunyi. MataNya tentu lebih jeli. Titik balik saya pun dimulai, ternyata apapun yang saya lakukan, saya harus bahagia dulu, bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk diri saya sendiri. Bagaimana cara saya membahagiakan diri ? Saya selalu berusaha hadir utuh penuh dalam segala aktivitas saya bersama anak-anak juga dalam melaksanakan aktivitas rumah tangga. Mulai mengubah sudut pandang, dan melakukan dengan energi berbeda. Dulu menurut saya ini hanya teori yang sangat susah saya praktikkan. Namun seiring waktu, Allah membimbing saya perlahan untuk percaya diri, bahwa sesungguhnya setiap ibu sudah diinstalkan naluri yang penuh kasih, penuh sayang, mampu membasuh luka, mampu menghidupkan suasana rumah, lalu tersadar pusat gravitasi di rumah adalah saya. Saya seperti matahari bagi tata surya, sungguh bukan peran yang receh.
Bermain bersama anak perlahan bukan sebagai menuntaskan tugas sambil menunggu mereka tidur, namun memang larut dengan mereka. Merasakan gelak mereka, binar mata mereka, dan dari situ energi saya penuh, mau meledak rasanya bahagia. Melaksanakan aktivitas rumah tangga ternyata bisa dibuat menjadi bukan rutininas biasa. Ada banyak ilmu hidup yang bisa kita praktikkan di laboratorium bernama rumah tangga. Di dapur ada banyak ilmu yang menantang dipelajari. Manajemen dapur, seni meletakkan barang sesuai dengan fungsinya, berdasarkan sering tidaknya dipakai, jangkauan yang dekat saat dibutuhkan, teknik menyimpan beragam makanan agar awet, tahan lama dan masih mengandung gizi yang utuh, food preparation, food storage. Belum lagi belajar menata ruang spark joy sesuai standar kita sendiri dan anak-anak, perlahan memberi contoh pada anak bahwa setiap tempat ada rumahnya. Belajar seni mendengar, seni berkomunikasi produktif dan efektif, belajar menahan diri, semua ilmu ada dalam kehidupan rumah tangga.
Whaaaa… semuanya seru untuk dipelajari dan dijalankan. Perlahan orientasi berubah dari hasil ke proses. Menikmati setiap proses dan progres diri tanpa perlu iri melihat capaian orang lain. Tentu saja berprofesi sebagai ibu rumah tangga adalah mulia, tak kalah mulia dan prestisius dari beragam profesi lainnya. Saya bangga. Saya menikmati proses dan capaian-capaian sederhana saya. Mampu tidak burn out saat anak tantrum adalah capaian buat saya, ketika anak sedih mencari dan minta dipeluk oleh saya, itu capaian buat saya. Manajemen dapur, manajemen sampah, manajemen kulkas, mengatur menu makanan, manajemen lemari pakaian bagi saya itu sama seperti mata kuliah yang saya selesaikan dengan baik.
Proses apapun yang sedang saya lakukan, saya tidak sedang membuat terkesan siapapun, tapi sedang meningkatkan kapasitas diri sebagai khalifah di buka bumi. Menyambut panggilan hidup, menyadari alasan keberadaan saya. Saat seluruh penghuni rumah menikmatinya, saya bisa bersyukur bahwa saya tidak sedang melakukan perkara remeh-temeh. Saya bukan sedang menjadi pemeran figuran dalam kehidupan orang lain, waktu saya bukan terbuang percuma, tapi sedang menyusun batu bata peradaban dari dalam rumah saya, mengais Ridha Allah.
Ada 4 insan titipan Allah yang setiap harinya bersaksi pada seluruh aktivitas saya, mereka tentu tak selalu mendengar nasihat dan ilmu yang saya sampaikan pada mereka. Bisa jadi mereka tidak mengingat kisah yang saya ceritakan saat menghantar mereka tidur, namun mereka selalu mampu untuk meng-copy paste polah saya saat bersama mereka.
Menjadi ibu rumah tangga, tentu saja peran yang membanggakan buat saya. Surat keputusan langsung dari Yang Maha Kuasa. Maka, sudah pasti tak ada yang akan sia-sia. Saya sedang menciptakan jejak-jejak tapak kaki dalam ingatan anak-anak, mudah-mudahan mengantarkan saya menuju JannahNya. Bukankah capaian tertinggi seorang manusia itu kembali ke kampung halaman kakek moyang kita Adam dan Hawa? Moga Surga itu benar-benar di telapak kakiku, jejak kaki yang wara wiri mengikhtiarkan kebaikan bagi penerus gen kami kelak. Apakah saya ibu rumah tangga yang sempurna? Tentu saja tidak, tapi saya bisa pastikan, saya adalah ibu rumah tangga yang bahagia.
#darirumahuntukdunia #sayembaracatatanKIP2021 #1DekadeIbuProfesional #konfrensiIbuPembaharu #IbuProfesional #SemestaKaryaUntukIndonesia #IbuProfesionalUntukIndonesia