Diposkan pada Uncategorized

Saya Ibu Rumah Tangga dan Saya Bangga


Saya ibu rumah tangga, bertugas 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, 30-31 hari dalam sebulan, setahun 365 hari kalau tahun kabisat datang, saya dapat bonus hari kerja tambahan menjadi 366 hari. Coba sebutkan profesi apa yang bisa menandingi jam kerja kami, ibu rumah tangga? Tentu saja jawabannya tidak ada.


Saat dianugerahi putri pertama, saya kaku sekali, suka moody kalau yang terjadi tak sesuai ekspektasi atau teori, mudah menangis, meruntuki diri sendiri, merasa tidak becus jadi ibu, padahal saya merasa sudah menyiapkan diri. Saat putri kedua lahir saya mulai percaya diri, namun ada yang salah dengan mindset saya, saya seringkali meminta apresiasi, ingin diakui atas capaian diri membarengi anak-anak, utamanya dari Pak suami. Ternyata, melakukan sesuatu berangkat dari ingin puja-puji membutuhkan energi yang sangat tinggi, saya lelah dan tentu saja bahagia saya sedikit sekali.


Allah masih memberikan saya kesempatan remedial lagi. Dianugerahi anak ketiga dan keempat dengan jarak yang dekat pula. Allah mendewasakan saya saat itu, bahwa sebaik apapun perencanaan saya, rencanaNya lebih baik lagi, hanya saja mata saya tak mampu menangkap luasnya hikmah yang tersembunyi. MataNya tentu lebih jeli. Titik balik saya pun dimulai, ternyata apapun yang saya lakukan, saya harus bahagia dulu, bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk diri saya sendiri. Bagaimana cara saya membahagiakan diri ? Saya selalu berusaha hadir utuh penuh dalam segala aktivitas saya bersama anak-anak juga dalam melaksanakan aktivitas rumah tangga. Mulai mengubah sudut pandang, dan melakukan dengan energi berbeda. Dulu menurut saya ini hanya teori yang sangat susah saya praktikkan. Namun seiring waktu, Allah membimbing saya perlahan untuk percaya diri, bahwa sesungguhnya setiap ibu sudah diinstalkan naluri yang penuh kasih, penuh sayang, mampu membasuh luka, mampu menghidupkan suasana rumah, lalu tersadar pusat gravitasi di rumah adalah saya. Saya seperti matahari bagi tata surya, sungguh bukan peran yang receh.


Bermain bersama anak perlahan bukan sebagai menuntaskan tugas sambil menunggu mereka tidur, namun memang larut dengan mereka. Merasakan gelak mereka, binar mata mereka, dan dari situ energi saya penuh, mau meledak rasanya bahagia. Melaksanakan aktivitas rumah tangga ternyata bisa dibuat menjadi bukan rutininas biasa. Ada banyak ilmu hidup yang bisa kita praktikkan di laboratorium bernama rumah tangga. Di dapur ada banyak ilmu yang menantang dipelajari. Manajemen dapur, seni meletakkan barang sesuai dengan fungsinya, berdasarkan sering tidaknya dipakai, jangkauan yang dekat saat dibutuhkan, teknik menyimpan beragam makanan agar awet, tahan lama dan masih mengandung gizi yang utuh, food preparation, food storage. Belum lagi belajar menata ruang spark joy sesuai standar kita sendiri dan anak-anak, perlahan memberi contoh pada anak bahwa setiap tempat ada rumahnya. Belajar seni mendengar, seni berkomunikasi produktif dan efektif, belajar menahan diri, semua ilmu ada dalam kehidupan rumah tangga.

Whaaaa… semuanya seru untuk dipelajari dan dijalankan. Perlahan orientasi berubah dari hasil ke proses. Menikmati setiap proses dan progres diri tanpa perlu iri melihat capaian orang lain. Tentu saja berprofesi sebagai ibu rumah tangga adalah mulia, tak kalah mulia dan prestisius dari beragam profesi lainnya. Saya bangga. Saya menikmati proses dan capaian-capaian sederhana saya. Mampu tidak burn out saat anak tantrum adalah capaian buat saya, ketika anak sedih mencari dan minta dipeluk oleh saya, itu capaian buat saya. Manajemen dapur, manajemen sampah, manajemen kulkas, mengatur menu makanan, manajemen lemari pakaian bagi saya itu sama seperti mata kuliah yang saya selesaikan dengan baik.

Proses apapun yang sedang saya lakukan, saya tidak sedang membuat terkesan siapapun, tapi sedang meningkatkan kapasitas diri sebagai khalifah di buka bumi. Menyambut panggilan hidup, menyadari alasan keberadaan saya. Saat seluruh penghuni rumah menikmatinya, saya bisa bersyukur bahwa saya tidak sedang melakukan perkara remeh-temeh. Saya bukan sedang menjadi pemeran figuran dalam kehidupan orang lain, waktu saya bukan terbuang percuma, tapi sedang menyusun batu bata peradaban dari dalam rumah saya, mengais Ridha Allah.

Ada 4 insan titipan Allah yang setiap harinya bersaksi pada seluruh aktivitas saya, mereka tentu tak selalu mendengar nasihat dan ilmu yang saya sampaikan pada mereka. Bisa jadi mereka tidak mengingat kisah yang saya ceritakan saat menghantar mereka tidur, namun mereka selalu mampu untuk meng-copy paste polah saya saat bersama mereka.


Menjadi ibu rumah tangga, tentu saja peran yang membanggakan buat saya. Surat keputusan langsung dari Yang Maha Kuasa. Maka, sudah pasti tak ada yang akan sia-sia. Saya sedang menciptakan jejak-jejak tapak kaki dalam ingatan anak-anak, mudah-mudahan mengantarkan saya menuju JannahNya. Bukankah capaian tertinggi seorang manusia itu kembali ke kampung halaman kakek moyang kita Adam dan Hawa? Moga Surga itu benar-benar di telapak kakiku, jejak kaki yang wara wiri mengikhtiarkan kebaikan bagi penerus gen kami kelak. Apakah saya ibu rumah tangga yang sempurna? Tentu saja tidak, tapi saya bisa pastikan, saya adalah ibu rumah tangga yang bahagia.

#darirumahuntukdunia #sayembaracatatanKIP2021 #1DekadeIbuProfesional #konfrensiIbuPembaharu #IbuProfesional #SemestaKaryaUntukIndonesia #IbuProfesionalUntukIndonesia

Diposkan pada Uncategorized

Resume Materi KulWhApp oleh Ibu Diena Syarifa: Magang Level 1 Usia 10 – 13 tahun (setara SD kelas 4-6)

Me, The World, and The Stories

Dulu, saya termasuk yang sangat skeptis dengan istilah magang, asosiasinya kadang terhubung kurang baik dengan aktifitas monoton yang tidak memerlukan keahlian tertentu, seperti hanya mondar mandir dari ruang arsip ke tempat fotokopi dan beberapa aktifitas kurang “seru” lainnya. Namun, di materi ini yang dibahas adalah magang yang terstruktur. Gimana tuh? Magang ini sebagai media untuk menajamkan potensi anak sehingga anak diharapkan memiliki karir sesuai passion yang produktif mencakup 4E (enjoy, easy, excellent, dan earn).

Nah, sebagai ortu dari 3 anak homeschooler, terutama karena putri pertama kami bulan Nov 2018 ini menjejak di usia 10 tahun, maka kami merasa harus mendalami materi ini. Materi ini disampaikan oleh Ibu Diena Syarifa (ABHome, Bogor) dan resume ini saya susun sebagai peserta yaitu Naila M Tazkiyyah (mom of trio homeschooler yang berdomisili di Sangatta)

Untuk memperjelas, di materi awal pemateri Kul WA ini memberikan gambaran dari aspek:

Lihat pos aslinya 323 kata lagi

Diposkan pada Fitrah Based Education, homeeducation, homeschool, ibu, Institut Ibu Professional, literasi, parenting, Septi Peni Wulandani

Ibu, Ilmu dan Peradaban

Ibu, dari segi bahasa adalah :

✓panggilan perempuan yang sudah melahirkan,

✓panggilan hormat untuk perempuan yang sudah menikah/belum

✓bagian pokok/utama dari sesuatu, misalnya: Ibu Jari, Ibu Kota, dll.

Jika pusat tata surya adalah matahari, maka perumpamaan ibu adalah pusat-nya rumah tangga. Seorang ibu pengaruhnya amat besar bagi keluarganya. Hingga kita mengenal istilah “ Jika Ibu bahagia, maka seluruh anggota keluarga bahagia ”. Energi positif seorang ibu akan menyebar ke semua penghuni rumah.

Sayangnya, belum ada lembaga ( Alhamdulillah belakangan muncul komunitas-komunitas pendidikan informal bagi ibu) yang mengkhususkan diri mendidik para calon ibu, mempersiapkan para calon ibu. Peran ibu seolah bisa langsung tersemat otomatis saat sang perempuan sudah menikah dan melahirkan. Maka, sang Ibu pun akan berlaku sebagaimana ia mendapatkan pola-pola pengasuhan pada zamannya. Padahal, Ali Bin Abi Thalib sendiri sudah pernah mengingatkan belasan abad yang lalu. “ Didiklah anakmu sesuai zamannya ”. Karena memang mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan kita. Saat sang ibu tidak bersiap, dipersiapkan, atau menyiapkan diri, maka gagaplah sang Ibu. Sesungguhnya butuh ilmu menjadi ibu. Sama seperti kita membutuhkan ilmu saat ingin menjadi dokter, akuntan, psikilog, dll. Namun, masih jarang sekali profesi ibu dipersiapkan matang dengan ilmu.

Mengapa Seorang Ibu Butuh Ilmu?

1. Berumah tangga, mendidik anak sesungguhnya butuh ilmu, bukan hanya otomatis melakukan perlakuan/sikap warisan orangtua pada kita.

2.Musuh banyak. Jika kita tidak mampu memberi pengaruh pada anak-anak kita, maka dia akan mudah dipengaruhi oleh lingkungan selain kita.

3. At Tahrim :66 “Hai orang-orang yang beriman “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”

4. Annisa :9 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Didiklah diri ibu sendiri dulu, mendidik diri untuk sabar menjawab pertanyaan anak, sabar mendengar, sabar mengajarkan kebaikan, sabar menahan emosi, sabar membersamai pendidikan anak.

Ibu adalah arsitek peradaban

Ada banyak kisah ibu inspiratif sepanjang peradaban. Mari kita belajar pada para ibu yang kisahnya menjadi sejarah. Ibunda Imam Syafi’i, Ibunda Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, Ibunda Muhammad Alfatih dll. Sejatinya seorang ibu sudah mendidik anaknya sejak si anak berada dalam rahim ibu. Bagaimana kita melewati hari-hari kita, itu semua adalah ruang belajar bagi anak kita.

Ibu Septi Peni Wulandani pernah berujar “ Bagaimana seorang ibu bisa jadi arsitek peradaban, jika kita sendiri tuna adab ”.

Memantaskan diri menjadi arsitek peradaban tentu bukan hal yang mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Mulai belajar lagi adab terhadap ilmu, adab mendatangi majelis, adab berkomunitas. karena, ketika saya ingin mengubah sesuatu menjadi lebih baik, maka sayalah yang harus berubah terlebih dahulu. Pelan-pelan, kita benahi diri. Karena mendidik memang bukan mendadak. Tidak ada hasil instan dalam proses mendidik anak. Bisa jadi, nilai-nilai yang kita tanam setiap hari belum terlihat. Bisa jadi, fitrah keimanan yang kita install belum beruwud pada polah keseharian anak-anak kita. Maka, hargaiah proses.

Anak-anak mungkin salah memaknai nasihat-nasihat kita, arahan kita, namun anak-anak kita tidak pernah salah meniru perilaku kita.

Sumber :

Al-Quran

Istadi, Irawati, Rumahku Tempat Belajarku, Pro-U Media, 2017

Kelas Belajar dan Diskusi Fasilitator Institut Ibu Profesional

 

Diposkan pada Institut Ibu Professional, literasi, Review Buku

Review buku Manajemen Gedget

wp-15329615590042089878779.jpgWah… sudah lama sekali saya tidak mereview buku-buku yang saya baca ternyata. Ada banyak (sebenarnya sekitar 4-5 buku… hihihihihi) buku bagus dan agak bagus yang saya baca dalam sebulan terakhir pasca Idul Fitri. Termasuk bukunya Mba Hanum Salsabila Rais, Sarahza, yang menguras air mata itu. Sudah saya review singkat tapi di akun Facebook.

Kali ini saya akan mereview buku dari teman-teman Insitut Ibu Profesional, Manajemen Gadget, yang ditulis oleh teman-teman Ibu Profesional, lounching saat Leader Camp Ibu Profesional seluruh Indonesia beberapa bulan lalu.

Buku ini wajib baca, dan punya banget kalau menurut saya. Hampir semua yang ditulis pernah dialami oleh saya dan ibu-ibu pada umumnya. Asiknya lagi, di sini, mereka juga menjelaskan dan mengemukakan jalan keluar ala mereka. Nah, dengan bercermin dari mereka, kita juga bisa bikin ala kita sendiri kan ya? Kita yang paling faham dan tahu standar kompetensi diri kita bukan?. Yuk, tanpa berlama-lama, kita kupas pelan-pelan ya…..

Dimulai dengan pengertian gedget, yang dalam Kaidah Bahasa Indonesia disebut gawai.

Gadget (gawai) : alat, instrument, perangkat, peranti, perkakas, radas. Atau sebuah perangkat elektronik kecil yang memiliki teknologi terbaru yang suatu fungsi yang khusus. Contohnya : handphone, smartphone, tablet dan lain-lain.

Mengapa harus tahu manajemen gawai?

Tidak bisa dipungkiri  dibalik kemudahan-kemudahan yang ditawarkan gawai atau smartphone, kita juga menghadapi tantangan soal efek samping dari gawai. Maka dari itu, butuh manajemen gawai agar kita mampu menggunakan, mengendalikan, dan mengatur gawai sesuai dengan peruntukannya. Gawai menjadi alat bantu yang memudahkan aktivitas, bukan sebaliknya kita menjadi amat tergantung pada si gawai ini. Kitalah yang mengatur waktu kita sendiri. Sejatinya gawai adalah perangkat teknologi yang memudahkan kita di setiap kegiatan, bukan melenakan!

Be the Chief Executive Officer (CEO) of Our Own Time

(Quote di salah satu tulisan yang mengena banget bagi saya)

Ciri-ciri kecanduan gawai

Kalau menurut bu Septi Peni Wulandani, di pengantar sampul buku ini, kita bisa mengecek apakah kita termasuk sedang mengalami NOMOFOBIA (No Mobile Fobia) dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut ini

  1. Apakah bunda merasa badmood ketika tidak ada sinyal atau koneksi internet di dekat Anda?
  2. Apakah Anda panik saat gawai tidak di genggaman?
  3. Apakah anda gemar selfie, update status, ganti display picture setiap jam?
  4. Apakah anda membawa gawai hingga ke kamar mandi?
  5. Apakah Anda tidur dengan ponsel di samping anda?
  6. Apakah Anda siap sedia powerbank atau gawai cadangan karena baterai anda tidak boleh menipis?
  7. Apakah ketiga bangun tidur Anda langsung mengecek gawai Anda?
  8. Apakah tempat-tempat berlogo free wifi menjadi tempat favorit yang Anda cari?

Jika jawaban Anda “ya” untuk 6 dari 8 pertanyaan di atas, maka NOMOFOBIA sedang menjangkiti Anda.

Plaaak….. saya pernah di fase itu ternyata.

Efek samping kecanduan gawai juga sangat besar, diantaranya :

  • Disorientasi dalam beraktivitas
  • Tersedot arus informasi yang tidak penting
  • Terlena pada kemudahan akses komunikasi juga kepraktisannya
  • Hanyut dan larut di media sosial juga shallow activities lainnya.

Salah satu bagian buku ini, penulis memfilter penggunaan gawai dengan pertanyaan sederhana pada diri sendiri.

  1. Jika idealnya kebutuhan hidup berupa kebutuhan primer, sekunder, tersier, maka kebutuhan menggunakan gawai untuk mendukung aktivitas sehari-hari terletak pada bagian mana?. Pada tahap ini, urgensi penggunaan gawai sudah mengerucut sesuai manfaat dan fungsinya.
  2. Apa skala prioritas hari ini?. Berapa banyak porsi penggunaan gawai hari ini berdasarkan skala prioritas yang sudah dibuat?
  3. Apakah gawai mendukung produktivitas saya hari ini?. Jika iya, gawai apa, kapan, berapa lama durasinya?.

Gedget Hours dan Perjanjian/Kontrak Online

Jika anak-anak sebagai generasi native digital sudah diperbolehkan memegang gedget, maka tidak ada salahnya untuk membuat kontrak online atau perjanjian pra/sebelum menggunakan gawai. Poin-poin yang harus masuk ke dalam kontrak atau surat perjanjian, diantatanya :

  • Tempat online yang disepakati
  • Durasi online yang disepakati
  • Apa saja fitur yang boleh diakses anak
  • Mengajarkan etika online
  • Mengajarkan cara melindungi diri dari cyber Bullying, dan predator online

Strategi yang bisa dilakukan untuk manajemen online para ibu profesional:

  1. Set Fine Tuning pada Skala Prioritas. Pelajari kembali kuadran waktu sebagaimana matrikulasi dulu (penting-tidak penting-mendesak-tidak mendesak). Mana yang masuk ke dalam gelondong waktu (kewajiban tugas dan peran), mana yang masuk kegiatan tambahan (printilan). Bedakan rutinitas pendidikan/pengembangan anak, keluarga dan pengembangan diri.
  2. Tentukan waktu pembahasan dalam grup.
  3. Latih manajemen pikiran.
  4. Patuhi one bit a time dan cut off time
  5. Bedakan “acting about” dengan “think about”.

Konmari Gawai 

Waaah..di buku ini juga dibahas Konmari gawai. Mulai dari bagaimana menyimpan file yang rapi sistematis dan penamaan yang jelas, menghapus file yang sudah tidak dibuka, memindahkan ke DVD. Mengelola aplikasi juga penting Bunda. Jika sudah tidak dipakai dalam 1 bulan terakhir, sudah boleh di hapus. Sebelum memutuskan mengunduh aplikasi, pelajari review tentukan masa percobaan satu minggu, jika menambah produktivitas maka boleh digunakan seterusnya. Satu lagi, lebih nyaman di komputer atau smartphone.

Paper First

Bahasan lain yang paling menarik saya adalah Paper First. Paper First adalah : kegiatan menulis catatan/jurnal/agenda harian di buku catatan secara manual atau handwriting. Buat apa?. Biar gak keseringan buka gedget…Hehehe.

Gambaran mengenai cara melakukan paper first.

  • pastikan kita sudah mengatur waktunya bersama gawai sesuai porsi kebutuhan
  • Tuliskan to do list yang dikerjakan secara online dalam satu minggu. Pisahkan mana yang dikerjakan dengan smartphone, komputer/Laptop
  • Bagi to do list ke dalam 6 hari. Ambil 2-3 prioritas setiap harinya dan ambil 1 to do list yang penting dan tidak mendesak.
  • Tugas penting dan tidak mendesak perlu dijadwalkan supaya tetap tertangani namun tidak perlu disegerakan.
  • Jika kegiatan berupa menulis di blog, pastikan kita sudah punya rumusan atau outline-nya, jika tidak, stop dulu pegang gawai kita.

Hmmm….dan masih ada banyak bahasan menarik lainnya di buku kecil ini. Kalau dari saya, ini buku wajib baca dan punya (biar bisa dibaca ulang saat khilaf….ups..) untuk para ibu yang ingin piawai di dunia nyata dan dunia maya…

wp-1532961560766351967429.jpg

Happy Reading…..

Diposkan pada activity, Fitrah Based Education, homeeducation, homeschool

Kids Survivor Season 2

Saat kegiatan Kids Survivor sesi 1 diselenggarakan oleh Bintang Kecil yang digawangi Mas Alit dan Bunda Maria Ulfa Hasballah, ummi sudah melihat iklannya sejak awal. Dan Berfikir, Michel (Fatin) suka gak ya?. Karena anaknya bakat discipline (teratur, segala sesuatu ditata dengan baik, rapi, semua dikelompokkan sesuai dengan katagori) jika dilihat dari pemetaan bakat (Talents Mapping yang ditemukan oleh Abah Rama). Michel pasti akan kesusahan jika berpetualang di hutan. Ummi tidak membicarakan soal akan ada even ini ke Michel.

Saat even Kids Survivor Season 1 berseliweran di sosial media, ummi menunjukkan ke Michel. Dan tentu saja ada sohibnya yang ikutan, Vina dan Hayfa. Melihat keseruan ini, Michel uring-uringan seharian. Tapi dia tidak mau mengakui kalau jeleous sama para temannya. Maklum, terbaca competition juga anaknya. Malamnya dia baru mengakui kalau uring-uringannya karena liat teman-teman ikutan kemping dan dia gak bisa ikut. Makanya, saat season 2 dibuka, ummi kasi tau ke Michel, dia langsung mau. Ummi bilang sudah full, kecuali ada yang batalin kamu baru dapat jatah. Dia mengangguk setuju. Dalam dua hari itu dia bolak/ik tanya ke ummi “ada yang batalin gak mi?”. Waaah….serius rupanya. Ummi harus bicara dengan ayah soal ini. Karena harus pulang kr Banda Aceh, menyesuaikan jadwal kunjungan Ayahchik dan ummi memanfaatkan waktu belajar saat di Banda Aceh. Michel minta ke ayah, ayah setuju, ayah cerita pengalamannya jadi anak pramuka dan berpetualang. Fix anaknya tambah tertarik. Saat ada yang batalin, sorenya kabari bunda Ulfa kalau Michel ikut. Urusan transfer si ayah lah ya….hahaha…. sama beli ini itu juga donasi full dari ayah. Jangan sampai merembet dan mengganggu produktivitas dapur ummi pokoknya.  ..huhuhuhu.

Hari-hari cari perlengkapan, menanti hari H, adalah hari-hari yang dipenuhi segudang pertanyaan sulung kami yang deliberative (hati-hati, waspada, memikirkan efek, akibat di depan, what if nya jalan terus).

“Kalau mau pup gimana mi?” (beritahu mentornya lah, kan mereka pengganti orang tua selama kemping).

” Kalau ada yang melakukan kejahatab seksual mi?” ( Lapor bunda Ulfa nak).

“Kalau tersesat mi, tertinggal dari kelompok?” (kalian kelompok kecil, gak rame, langsung ketahuan kalau tinggal dan pasti dicari sampe ketemu lah….).

Hari H tiba, kami makan siang di luar. Sekalian beli pohon yang akan di sumbang ke Tahura Pocut Meurah Intan yang merupakan lokasi kemping anak-anak. Shalat zhuhur, Michel ummi arahkan jamak saja dg Ashar. Lalu mengantar Michel ke titik berkumpul di Taman Sari Banda Aceh. Om Alit mengabsen, memberikan pengarahan. Saat om Alit bilang “jika ada teman yg tertinggal, bukan tanggung jawab Om, tapi kalian semua 18 siswa, kita berangkat dan pulang bersama-sama” wajah Michel pias, ada kekhawatiran disana. Kemudian, Managemen packing tas juga diajarin sama Om Alit. Ternyata, ngisi tas itu ada tekniknya juga. Jadi, anak-anak diminta mengeluarkan isi tasnya dan mengemasi ulang. Michel sudah mencatat perlengkapannya sendiri. Jadi, saat diminta mencatat lagi, kelihatan dia enggan (tapi memang masih kurang suka menulis…hihihi). Seingat ummi, Om Alit menjaskan perbedaan antara perlengkapan dan perbekalan. Intinya kalau yang tidak habis (seperti mantel hujan misalnya) masuk katagori perlengkapan, sebaliknya yang dipakai habis masuk katagori perbekalan. Cara meletakkan barang, yang ringan dibawah tas, yang paling berat bagian atas, karena bagian bahu yang paling kokoh dan tahan untuk membawa beban yang berat, (beban rindu, beban listrik, beban jomblo tidak masuk katagori ya…huk). Barang-barang yang akan langsung digunakan juga diletakkan di tempat yang paling mudah dijangkau. Senter, mantel (bila hujan) dan lainnya. Selesai pengarahan Michel makin kelihatan tidak nyaman dan sepertinya menyerah dan gak mau ikutan. Michel menangis, gak mau ikut. huhuhuhu… Ini memang kali pertama dia bepergian tanpa seorangpun dikenalnya, tanpa keluarga, tanpa teman pula. Benar-benar tidak nyaman buat dia tentunya. Kami hanya memeluknya dan menguatkannya. “Pilihan ikut dari cutanda, ayah dan ummi tidak pernah minta/paksa ikut kemping, silakan bertanggung jawab atas pilihan yang sudah dipilih”. Ayah juga memeluk dan menguatkan, kalau cuma sebentar, besok juga udah dijemput lagi. Eh…ada drama juga, Putroe juga gak rela pisah sama sang kakak….Nangis kencang saat cutandanya naik L300. Satu lagi, Michel mabok darat, hahaha, ummi langsung khawatir saat dia naik L300 (udah siapun plastik pokoknya). Lah bau-nya saja bikin Michel muntah. Jadilah sore itu penantian panjang menunggu kabar anak-anak tiba di lokasi.

https://www.instagram.com/p/BiwHlpLACS–Z9CVeKo7d8Co9cION2pK4TFWy40/

Dapat berita mereka sampai dan memasang tenda (harus benar-benar mengerti, kata bunda Ulfa, jadi memang lamaaaaa…huhuhuhu…emak khawatir lagi), shalat, mengaji, makan (foto-foto disetor bunda Ulfa). Sampai malam dapat kabar ada siswa tepar, Fatin. Waaah…. anakku…. setress lah emaknya, tapi udah baikan, udah dikusuk dan tidur, tidak ikutan mateei api unggun dan komunikasi produktif kalau ummi tidak salah materi..hehehe. Demikian terus, laporan dari grup Wa orangtua peserta kemping paling dinanti pokoknya. Michel ikut gabung pagi, dengan khas tas slempang hellokitty. Hahaha.. Michel yang bingung duduk di rumput, yang wajahnya gak pernah senyum saat awal kegiatan, tapi happy juga terpancar diwajahnya, yang ngeluh capek, yang nangis karena nampak paha lah… huhuhuhu…. ada banyak cerita…

https://www.instagram.com/p/Bi0jTCRHwng5qfRiX9eXhY8gloKSCSJLGnP26Y0/

Berikut cerita versi Michel ya…..

1. Belajar apa aja disana nak?.

Api unggun, tapi cutanda gak ikut, muntah (efek mabok perjalanan), jadi dengarnya dari dalam tenda. Dikusuk sama bunda Ulfa, enak. Trus bunda Ulfa tanya enakan mana dikusuk sama bunda Ulfa atau sama Ummi?. Cutanda gak jawab, kalau jawab ummi, takut bunda Ulfa tersinggung, kalau jawab bunda Ulfa,sayang ummi. (hahahaha). Saat ummi tanya sebenarnya enakan siapa, dia senyum, gak mau jawab…hahaha…sepertinya bunda Ulfa deh, tapi dia kasian umminya… Biarlah jadi misteri….😅

Lihat lutung Abu-abu. Cutanda cuma lihat 3 ekor, teman-teman ada yang lihat sampai 4 ekor. Trus digambarin.

Belajar Arah Mata Angin bersama Om Alit dan Om Acul.

Belajar membuat tempat berteduh/istirahat/bermalam di hutan (Michel lupa istilahnya, dan ummi juga awam).

Belajar membuat perangkap untuk hewan buruan. Jika kehabisan persediaan makanan saat di hutan. Teknis banget ini Michel jelasin, sampai harus memagar lintasan jalan setapak yang dilalui hewan buruan.

Om Alit juga menjelaskan sekilas tentang Tahura, tanaman yang paling banyak di Tahura, hewan. Juga khasiat getah pohon pinus bisa untuk obat luka. Cara menampung air gak sempat lagi dipelajari, karena udah ditunggu L300.

https://www.instagram.com/p/Bi0kW2RHudFvFWRWWeF9xM_GmEsS5xfkw4m31k0/

2. Kamu ingat keunikan teman-teman kamu gak? Yang paling kamu ingat?. 

Mengalirlah cerita bang Yusuf yang mengayomi banget, jagain adik-adik, berbagi nasi, karena teman-teman lain makannya cepat banget, hahahhaha. Bang Yusuf juga bolak-balik meyakinkan Michel untuk mandi di air terjun, rugi sudah berjam-jam perjalanan tapi tidak mandi.

3. Yang paling capek dan menantang apa sih?.

Ke air terjun. Makanya Michel urung ikut diawal. Tapi bunda Ulfa kasih pengertian dan ikut. Jadinya ikut, capek kali mi. Capek, haus.  Kami minum air terjun yang dikasih Om Acul. Hahahaha….kalau di hutan, setetes air minum berharga banget mi…

“Kok gak mandi sih di air terjun?”

Takut susah jalannya mi, kan basah-basah, ribet ganti baju juga. Jadi, miih gak mandi.

“Kalau pergi sama keluarga, kira-kira mandi gak?”

“Ya mandiiiiii laaaaaaaah mi….”

Jiah……khas banget anak deliberative.

4. Mentornya gimana?

Baik-baik mi, tas slempang cutanda dibawa Bunda Ari (thanks kak Ari…), bunda Ulfa juga enak ngomongnya. Om Alit gak pernah marah mi, baek kali. Om Acul lucu, baik juga, bawain tas teman-teman.

5. Kalau ada level#2 mau ikut lagi gak?.

Kayaknya enggak mi, tapi kalau Hayfa dan Vina ikut gimana ya mi?. Kayaknya ikut deh.

“Eh…kan gak boleh ikut-ikutan teman alasan ikutnya” sela ummi

“ehhhmmmm….liat nanti deh”…

Jiah…..

https://www.instagram.com/p/Bi0lUzpHPvQg5ycdT8g0yqhm231gk98sA0gVpk0/

 

Diposkan pada Institut Ibu Professional

Keluarga masa kini, keluarga multimedia

Multimedia itu sebenarnya apa sih?. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Mul·ti·me·dia /multimédia/ n 1 berbagai jenis sarana:usaha pembangunan untuk — dunia komunikasi, pendidikan, dan sebagainya mendapat prioritas utama; 2 penyediaan informasi pada komputer yang menggunakan suara, grafika, animasi, dan teks;
— massa bermacam-macam sarana alat komunikasi masyarakat (surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya): —massa mempunyai peranan yang sangat vital. Makna kedua lebih cocok dan tepat untuk pembahasan materi kelas Bunda Sayang Level 12 lalu. Teknologi yang maju pesat, membuat banyak sekali perubahan dalam segala ruang dan sendi kehidupan kita. Baik dunia, kerja, dunia usaha, pendidikan, bahkan rumah tangga.

Teknologi konon mampu menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh.

Sehingga, seperti yang disampaikan oleh guru kami bu Septi Peni Wulandani, sebagai ibu saat ini kita harus membekali diri dengan :

  • mawas diri : seharusnya.kita mampu memanfaatkan teknologi dengan baik, bukan kita yang menjadi sasaran pasar teknologi.
  • Mawas pantau : Anak-anak dididik sesuai dengan zamannya, maka orangtua tidak bisa abai dengan kemajuan teknologi, maka wajib pantau agar teknologi bermanfaat membangun anak semakin baik dan bermartabat, bukan merusak anak
  • Mawas Informasi : Laju teknologi membuat berita benar dan salah bergerak sama cepatnya, dan hanya di ujung jari. Maka, kita harus awas terhadap informasi yang datang.

Yang harus kita sadari bahwa kita, pasangan dan anak-anak kita adalah makhluk individu dan makhluk sosial, kita bukan makhluk media sosial, jangan sampai kemajuan teknologi mengubah kebiasaan bahkan kebudayaan kita. Pelan-pelan nilai-nilai luhur, kearifan peninggalan budaya ditinggalkan seiring dengan perkembangan teknologi.

Generasi Digital

Di era digital ini terdapat dua generasi yang berbeda dengan ciri khas masing-masing. Anak sebagai generasi digital native sedangkan orangtua sebagai generasi immigrant Digital. Digital native adalah generasi yang lahir pada masa perkembangan teknologi digital berlangsung atau kelompok yang saat mulai belajar menulis sudah mengenal internet. Sedangkan immigrant Digital adalah generasi yang pernah hidup di masa teknologi belum berkembang, kemudian mengikuti perkembangannya sampai saat ini.

Tanda-tanda seseorang sudah kecanduan media sosial

1. Sering mengecek pesab dan menggunakan media sosial di kantor, perjalanan maupun di rumah.

2. Korelasi positif antara fobia sosial dan motif jejaring sosial dengan adiksi media sosial online.

 

Sumber bacaan :

Diane Wulansari, Nyi Mas. 2017. Didiklah anak sesuai zamannya, Penerbit Media.

Diskusi Kelas Fasilitator Bunda sayang batch#1, Keluarga Multimedia, 2018.

Diposkan pada #Portofolio, activity, Fitrah Based Education, homeeducation

Membuat Gelang Tangan

Portofolio 3

—————————-

Meronce Gelang Tangan

Banda Aceh 22 Februari 2018

Nama : Michel Fatin Hansakri Umur : 8 Tahun 2 Bulan

Kegiatan :

Berkaitan dengan Panca Indera Meronce Gelang Tangan (BSB)

Kegiatan spontan, mencari Ide untuk bahan yang akan dijual Ahad besok, 25 Februari 2018

Fitrah yang sedang diasah dan ditumbuhkan:

Fitrah Bakat Aspek Perkembangan √Motorik

Bakat yang sedang diobservasi dan terbaca oleh ummi (sesuai bahasa bakat) dari kegiatan diatas :

•Activator •Maximizer •Ideation •Discipline •Achiever •Arranger •Learner

Tujuan kegiatan :

Mengkayakan kegiatan Melatih keterampilan tangan

Deskripsi kegiatan :

Mencari ide bahan yang akan dijual hari ahad besok, akhirnya belanja ide ke toko pernak-pernik. Michel memilih pernak-pernik meronce untuk membuat gelang yang akan dijual. Sepulang dari hunting, Michel langsung ingin eksekusi (activatornya terlihat sekali), ummi belum bisa bantu kalau langsung dikerjakan, ummi perlu main bersama adik-adik dulu. Michel sudah sibuk mencari wadah untuk menempatkan manik-manik dan lainnya. Michel mulai membuat dan ingin ummi mengomentari hasilnya. Menurut ummi, jangam takut berkreasi, buat saja yang menurut cutanda Michel bagus. Silakan berimajinasi. Jangam takut dianggap jelek, ide itu mahal. Awalnya Michel masih meminta tolong ummi menyimpul benang agar kuat. Lama-lama setelah melihat ummi, dia pun bisa melakukannya sendiri (Learner). Selanjutnya ide perpaduan warna dan bentuk semakin baik (ideation) dan muncul, hingga manik-maniknya sudah tidak cukup lagi. Michel tidak ingin hanya dijual begitu, tapi dikemas dan diberi label @buetJaroeMichel sebagaimana impiannya dulu. Wah…ini bocah maximizer ternyata. Ummi terpaksa minta tolong teman untuk mencarikan plastik kemasan untuk gelang hasil karya Michel.

Hal lainnya yang ummi observasi adalah : Berdasarkan kuadran aktivitas, sepertinya Michel sudah enjoy, Easy dan mulai perlahan Excellent, mudah-mudahan bisa earn. Allahumma Aamiiiiin.

Dari aktivitas kemarin Michel juga terlihat : Yearning, yaitu berhasrat tinggi melakukan aktivitas tersebut, keasyikan hingga lupa waktu. Michel juga mengalir saja melakukannya, secara alami, enggak mengeluh sama sekali. Michel juga puas dengan hasil yang sudah dia buat.

Hikmah Kegiatan: Michel terlatih berani padu padan dengan merdeka, tanpa takut di_judge jelek, gak bagus, atau lainnya.

Tindak lanjut:

Hasil meronce gelang ini akan dijual di Lapangan Blang Padang, Insya Allah Ahad besok

Doa :

Moga Allah tuntun dan ringankan langkah Michel dalam menemukan bakatnya. Membuka mata batin ummi untuk melihat potensi anak, walaupun sekecil zarrah…..

Ekspresi Michel sangat bersemangat karena mengeksekusi ide, berbinar, lupa waktu dan puas dengan hasil karyanya. Michel juga berterima kasih pada ummi sudah mengajarkan cara menyimpul benang gelang.

Keterangan : BSB : Berkembang Sangat Baik

Sumber Panduan :

Aplikasi Filio karya mba Farda Itsnita Husnufardani dan suami (Fasilitator Nasional Institut Ibu Profesional)

Pandu 45 Karya Pak Dodik dan Ibu Septi Peni Wulandani Founder Padepokan Margosari.

Seminar Membuat Portofolio anak bersama Ust. Harry Santosa, Banda Aceh 2016.

Diposkan pada activity, homeeducation, homeschool

Memasak, melatih kesaktian tangan

Portofolio 2
—————————-

Memasak
Banda Aceh 20 Februari 2018

Nama : Michel Fatin Hansakri
Umur : 8 Tahun 2 Bulan

Kegiatan :
Berkaitan dengan Panca Indera
Memasak (BSH)

Kegiatan spontan, ide tercetus dari Michel saat jelang siang.

Fitrah yang sedang diasah dan ditumbuhkan:
Fitrah Bakat

Aspek Perkembangan
√Motorikf
√Kemandirian

Bakat yang sedang diobservasi dan terbaca oleh ummi (sesuai bahasa bakat) dari kegiatan diatas :
•Activator
•Command
•Communication
•Emphaty
•Maximizer
•Ideation
•Discipline

Tujuan kegiatan :
Mengkayakan kegiatan
Melatih keterampilan hidup

Deskripsi kegiatan :
Ummi mengeluh lapar saat baru selesai mencuci kain, maka Michel berempati pada ummi dengan membuatkan makanan. Ia juga faham bahwa kemarin, saat Michel bersedih dan kami bersenang-senang agar sedihnya berkurang, ummi banyak menghabiskan uang. Wow….sudah mulai faham soal “teknik mengelola uang?, jika banyak habis maka kreatif dihari lain memanfaatkan apa yang ada?.Hmmm…kita lihat saja nanti.

Awalnya Michel mengupas kentang dan memarut kentang. Putroe ikut serta, Michel langsung meminta adik mengocok telur, terlihat jelas Michel memang command, mengatur teknis jalannya kegiatan. Diawali dengan membuat omelet kentang. Karena Michel ingin buat menu lengkap untuk sekalian makan siang (maximizer), maka ia bertanya bumbu untuk tumis pokcoy. Ummi menyebutkan, ummi tidak menyebutkan jumlah hanya bahan saja. Kembali Michel, mengkomunikasikan ke adik, bahwa adik harus kupas bawang, biar enggak pedih pakai tangan aja, katanya biar cutanda yang potong. Tempe didelegasikan ke Putroe urusan potong-memotong. Ummi bantu menggoreng tempe di akhir kegiatan, sementara anak-anak mempersiapkan tempat duduk melingkar kami makan.

Hikmah Kegiatan:
Berempati pada orangtua membuat Michel punya ide untuk membahagiakan ummi dan berkreasi di dapur. Belajar menghargai hasil karya adik yang jauh dibawah standar Michel yang bakat disciplinenya memang amat sangat menonjol.

Tindak lanjut:
Akan memberikan hari khusus untuk Michel berkreasi di dapur dan ummi hanya observer, Insya Allah

Doa :
Moga Allah tuntun dan ringankan langkah Michel dalam menemukan bakatnya. Membuka mata batin ummi untuk melihat potensi anak, walaupun sekecil zarrah…..

Ekspresi Michel sangat bersemangat karena mengeksekusi ide, dibantu adik (walau banyak instruksi yang harus ia ulang-ulang), dan diapresiasi oleh ummi selalu membuat matanya berbinar.

Keterangan :
BSH : Berkembang Sesuai Harapan

Sumber Panduan :

Aplikasi Filio karya mba Farda Itsnita Husnufardani dan suami (Fasilitator Nasional Institut Ibu Profesional)

Pandu 45 Karya Pak Dodik dan Ibu Septi Peni Wulandani Founder Padepokan Margosari.

Diposkan pada activity, homeeducation, homeschool

Portofolio Berniaga si Sulung

Portofolio

Belajar Wira Usaha/Berniaga

Blang Padang, Banda Aceh 18 Februari 2018

Nama : Michelia Fatin Hansakri

Umur : 8 Tahun

Kegiatan : Berkaitan dengan sifat dan peran

√berjualan (BSH)

√Mengkomunikasikan (MB)

√Memotivasi (MB)

√Membuat strategi (MB)

√Menganalisis (BSH)

√Memulihkan (BSB)

√Menjaga Mutu (MB)

Kegiatan ini direncankan dan terjadwal

Fitrah yang sedang diasah dan ditumbuhkan:

Fitrah Bakat Fitrah Berfikir dan Nalar

Aspek Perkembangan

√Sosial

√Kognitif

√Kemandirian

Bakat yang sedang diobservasi dan terbaca oleh ummi (sesuai bahasa bakat) dari kegiatan diatas :

•Activator •Competition •Discipline •Focus •Restorative •Analitycal •strategic

Tujuan kegiatan :

Mengkayakan kegiatan, Mendidik kecerdasan finansial

Deskripsi kegiatan :

Michel sudah menyiapkan perlengkapannya sejak hari Sabtu, menanyakan menu jajanan sehat yang akan dijual. Terlihat bakat activatornya disini. Belajar menjual jajanan sehat di tempat umum. Belajar percaya diri menawarkan produk pada para calon pembeli. Melatih berkomunikasi dan adab berbicara dengan orang baru. Michel menjaga dan menata barang jualan agar tetap rapi Menghitung nominal uang kembalian saat bertransaksi. Mengatur strategi dengan tidak hanya duduk di lapak tapi berkeliling. Bersabar saat dagangan tak ada yang membeli, tidak semua habis seperti pekan kemarin.

Hikmah Kegiatan:

Michel mulai tahu bahwa ikhtiar mencari rezeki itu seperti berdagang. Michel faham proses mendapatkan uang. Michel telaten mengelola uang. Michel mulai faham, bahwa setiap berdagang itu ada yang namanya “modal awal”.

Tindak lanjut:

Ayah menawarkan Michel menitipkan kue di sekolah dekat rumah kami, Michel masih berfikir caranya. Mengajarkan Michel lebih dalam soal modal awal, menghitung keuntungan dan tentu saja bersyukur dan berbagi.

Doa :

Moga Allah tuntun dan ringankan langkah Michel dalam menemukan bakatnya. Membuka mata batin ummi untuk melihat potensi anak, walaupun sekecil zarrah….. Ekspresi Michel sejak persiapan hingga hari H Senang, dan bersemangat, AHA moment…..

Keterangan :

BSH : Berkembang Sesuai Harapan

MB : Mulai berkembang

BSB : Berkembang Sangat Baik

Sumber Panduan :

Aplikasi Filio karya mba Farda dan suami (Fasilitator Nasional Institut Ibu Profesional)

Pandu 45 Karya Pak Dodik dan Ibu Septi Peni Wulandani Founder Padepokan Margosari.

Quote Penyemangat Ummi :

Allah memampukan yang terpanggil, bukan memanggil orang yang mampu (Ust. Harry Santosa).

 

Diposkan pada Bunda Sayang, Institut Ibu Professional

Mengamati, terlibat, dan memahami gaya belajar anak

Kita mulai dari defenisi belajar zaman ini

Ketika berbicara soal belajar, maka belajar artinya kita mendapatkan hal baru dan sejatinya dengan belajar, kita menghasilkan sebuah perubahan. Belajar adalah proses Learn, Unlearn dan Relearn, jika hasil akhir yang diharap adalah sebuah perubahan. Sebagai ibu pembelajar, proses ini menjadi niscaya, karena kita harus mendampingi anak-anak yang akan bertumbuh sesuai dengan zamannya. Bukan bertumbuh sesuai masa pendidiknya. Proses learn, unlearn dan relearn adalah menjadi wajib. Jika saya pernah memahami bahwa anak itu kertas putih yang bersih belum tau apapun, ternyata, seiring proses saya membersamai anak-anak dan belajar di kelas belajar Ibu Profesional, kelas-kelas offline lainnya, buku-buku dewasa ini, saya harus unlearn bahwa anak-anak bukan kertas kosong, mereka sudah dibekali oleh sang Pencipta syakilah (fitrah bakatnya) sendiri. Yang diperlukan orang tua adalah bersabar menemani mereka tumbuh sesuai fitrahnya. Saya Relearn bahwa anak-anak itu bukan dijejali beragam ilmu pengetahuan, outside in, namun kita memelihara dan membangkitkan fitrah belajarnya, rasa ingin tahunya hingga anak-anak benar-benar inside out.

The Illiterate of the 21th Century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn and relearn (Alvin Toffler).

 

Menetapkan tujuan belajar yuk…

Jika tujuan belajar untuk bisa menjawab soal ujian?. Maka motivasi belajarnya cukup mendapatkan nilai yang bagus atau minimal tidak remedial. Jika motivasi belajarnya untuk Ujian Nasional, dan lulus maka minimal bisa menyelesaikan soal-soal yang umumnya keluar di ujiam nasional. Jika tujuan belajarnya hanya untuk bisa menghafal nama provinsi dan ibu kota, menghafal perkalian, maka kelak yang kita pelajari itu akan menguap saja. Apakah dunia butuh orang-orang jago menghafal dan mau menggaji dengan tinggi?. Rasanya, masyarakat zaman kini, sudah lebih mengandalkan mesin pencari. Lantas, apa hal yang mendasari seseorang belajar?.

Di kelas belajar Ibu Profesional, Ada 4 hal penting yang menjadi tujuan anak-anak belajar yaitu:

a. Meningkatkan Rasa Ingin Tahu anak (Intellectual Curiosity)
b. Meningkatkan Daya Kreasi dan Imajinasinya (Creative Imagination)
c. Mengasah seni / cara anak agar selalu bergairah untuk menemukan sesuatu (Art of Discovery and Invention)
d. Meningkatkan akhlak mulia anak-anak (Noble Attitude).

Ternyata, jika tujuan belajarnya sesuai dengan fitrahnya anak, kita hanya perlu menemukan momen mata berbinar anak-anak kita saat menemukan sesuatu.

“Ummi….wow…airnya mengalir kalau kakak bikin jalan alirannya”

“waaaah…ternyata air bisa hilang mi?”

Momen-momen demikian adalah golden momen saat-saat anak-anak kita belajar. Memenuhi fitrah belajarnya yang memang penuh rasa ingin tahu. Ayah bunda tentu masih ingat celoteh si balita saat bisa berbicara. “ini apa” , “itu apa?”; “kenapa?”; “untuk apa” semua itu adalah momen tepat bagi kita untuk membangkitkan gairah belajarnya. Apakah harus menjadi ibu yang serba tahu?. Waaaah…mustahil, tentu tidak. Kita hanya perlu bereaksi sama antusiasnya dengan anak dan jujur katakan jika “ummi belum tahu, tapi ini menarik sekali, kita cari tahu yuk?”.

Modalitas Belajar sepanjang Ilmu pengetahuan berkembang sampai saat ini

Secara garis besar, ada 7 pendekatan umum dikenal dengan kerangka referensi yang berbeda dan dikembangkan juga oleh ahli yang berbeda dengan variansinya masing-masing.

1)      Pendekatan berdasarkan pada pemprosesan informasi: menentukan cara yang berbeda dalam memandang dan memproses informasi yang baru. Pendekatan ini dikembangkan oleh Kagan, Kolb, Honey dan Umford Gregorc, Butler, dan McCharty.

2)      Pendekatan berdasarkan kepribadian: menentukan tipe karakter yang berbeda-beda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Myer-Briggs, Lawrence, Keirsey & Bartes, Simon & Byram, Singer-Loomis, Grey-Whellright, Holland,dan Geering.

3) Pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori: menentukan tingkat ketergantungan terhadap indera tertentu. Pendekatan ini dikembangkan oleh Bandler & Grinder, dan Messick.

4)  Pendekatan berdasarkan pada lingkungan: menentukan respon yang berbeda terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan instruksional. Pendekatan ini dikembangkan oleh Witkin dan Eison Canfield.

5) Pendekatan berdasarkan pada interaksi sosial: menentukan cara yang berbeda dalam berhubungan dengan orang lain. Pendekatan ini dikembangkan oleh Grasha-Reichman, Perry, Mann, Furmann-Jacobs, dan Merill.

6)  Pendekatan berdasarkan pada kecerdasan: menentukan bakat yang berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Gardner dan Handy.

7)  Pendekatan berdasarkan wilayah otak: menentukan dominasi relatif dari berbagai bagian otak, misalnya otak kiri dan otak kanan. Pendekatan ini dikembangkan oleh Sperry, Bogen, Edwards, dan Herman (Adi W. Gunawan:2004:140).

Banyaknya pendekatan dalam mengklasifikasikan atau membedakan modalitas belajar disebabkan karena setiap pendekatan yang digunakan mengakses aspek yang berbeda secara kognitif.

Dari berbagai pendekatan tersebut yang paling terkenal dan sering digunakan saat ini ada tiga, yaitu: pendekatan berdasarkan preferensi kognitif, profil kecerdasan, dan preferensi sensori.

1.  Pendekatan modalitas belajar berdasarkan preferensi kognitif.

pendekatan ini dikembangkan oleh Dr. Anthony Gregorc. Gregorc mengklasifikasikan gaya belajar menurut kemampuan mental menjadi 4 kategori, yaitu: gaya belajar konkret-sekuensial, gaya belajar abstrak-sekuensial, gaya belajar konkret acak, dan gaya belajar abstrak acak.

2.  Pendekatan modalitas belajar berdasarkan profil kecerdasan.

Pendekatan ini dikembangkan oleh Howard Gardner. Menurut Gardner dikutip dari buku Psikologi Pendidikan ( Robert E. Slavin) manusia mempunyai 8 kecerdasan yaitu: linguistik, logika/matematika, interpersonal, intrapersonal, musik, spasial, kinestetik, dan natural. Teori kecerdasan ganda ini mewakili definisi sifat manusia, dari perspektif kognitif, yaitu bagaimana kita melihat, bagaimana kita menyadari hal. Ini benar-benar memberikan indikasi yang sangat penting dan tidak dapat dihindari untuk orang-orang preferensi gaya belajar, serta perilaku mereka dan bekerja gaya, dan kekuatan alami mereka. Jenis-jenis kecerdasan yang dimiliki seseorang (Gardner menunjukkan sebagian besar dari kita kuat dalam tiga jenis) tidak hanya menunjukkan kemampuan orang, tetapi juga cara atau metode di mana mereka lebih suka belajar dan mengembangkan kekuatan mereka dan juga untuk mengembangkan kelemahan-kelemahan mereka. Berikut ulasan kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh Bapak Munif Chatib bisa dibaca di sini.

3. Pendekatan modalitas belajar berdasarkan preferensi sensori

Penjelasan dan pemahaman Tujuh Kecerdasan Gardner dapat lebih diterangi dan diilustrasikan dengan melihat klasik kecerdasan lain dan model gaya belajar, dikenal sebagai model gaya belajar Visual-Auditory-Kinestetik, biasanya disingkat VAK. Konsep, teori dan metode pertama kali dikembangkan oleh psikolog dan spesialis mengajar seperti Fernald, Keller, Orton, Gillingham, Stillman dan Montessori, dimulai pada tahun 1920-an. Para VAK pendekatan multi-indera (preferensi sensori) untuk belajar dan mengajar ini awalnya berkaitan dengan pengajaran anak-anak menderita disleksia dan pelajar lain untuk metode pengajaran konvensional yang tidak efektif. Spesialis VAK awal diakui bahwa orang belajar dalam berbagai cara: sebagai contoh yang sangat sederhana, seorang anak yang tidak bisa dengan mudah mempelajari kata-kata dan huruf dengan membaca (visual) mungkin misalnya belajar lebih mudah dengan menelusuri bentuk huruf dengan jari mereka (kinestetik). Model gaya belajar Visual-Auditory-Kinestetik tidak menutup kecerdasan ganda Gardner, melainkan dengan model VAK memberikan perspektif yang berbeda untuk memahami dan menjelaskan pilihan seseorang atau dominan berpikir dan gaya belajar, dan kekuatan.

IMG-20170413-WA0000

Dari semua pendekatan diatas, ayah bunda bisa memilih pendekatan yang mana yang paling mudah diamati dan dilihat dengan mata hati dan nurani para ayah bunda saat terlibat belajar/bermain bersama.

Fitrah Belajar dan Nalar

Fitrah belajar dan nalar meliputi fitrah kreasi dan penciptaan, fitrah inovasi dan eksplorasi serta meneliti dan sebagainya. Golden Age bagi fitrah belajar dan bernalar adalah saat usia 7-12 tahun, karena secara perkembangan, pada saat anak berusia 7-12 tahun otak kanan dan kiri anak sudah tumbuh seimbang, egosentris telah bergeser ke sosio sentris sehingga mulai terbuka pada eksplorasi dunia di luar dirinya secara maksimal, indra sensomotoris diasumsikan sudah tumbuh sempurna pada fase sebelumnya, ada perintah shalat dimana membutuhkan gairah belajar yang cukup setelah gairah keimanannya matang pada usia sebelumnya.

Secara fitrah, setiap anak adalah pembelajar tangguh, dan hebat yang sejati. Tidak ada anak yang tidak suka belajar, kecuali fitrah belajarnya telah terkesimpangkan atau terkubur karena nurture (pengasuhan) yang tidak sesuai fitrah anak. Tidak ada bayi yang bosan belajar merangkak, hanya karena beberapa kali tersandung. Tidak ada bayi yang tidak tertarik pada hal baru dan hanya duduk diam malas memperhatikan sekitarnya.

Fitrah belajar dan bernalar atau hasrat ingin tahu anak (intelectual curiousity) bisa rusak dengan empat cara, yaitu :

  1. Guru atau pendidik yang terlalu menyetir proses belajar anak, sehingga daya kreatifnya lumpuh;
  2. Guru atau pendidik yang terlalu banyak menyarikan materi, sehingga anak tidak berkesempatan memaknai dan menemukan sendiri asosiasi daripada ide-ide, daya pikirnya tidak terlatih;
  3. buku teks yang tidak lagi mengandung ide-ide menggugah
  4. digunakannya kompetisi dan rasa takut sebagai pelecut belajar, sehingga anak tidak lagi belajar karena rasa ingin tahunya.

IMG-20170508-WA0003

Kita tidak bisa memastikan buku mana yang akan menggetarkan jiwa seorang anak, lukisan atau komposisi mana yang akan memantik apresiasi seninya, kunjungan ke tempat historis mana yang akan membangkitkan kesadaran sejarahnya. Setiap anak memberi respon berbeda-beda sesuai keunikan minat dan kepribadian mereka. Yang bisa kita lakukan adalah membuka akses selebar-lebarnya untuk mereka pada seberagam mungkin ide yang berharga (Charlotte Mason).

Sumber referensi :

Diskusi kelas Fasilitator dengan Ibu Septi Peni Wulandani, Institut Ibu Profesional, 2017

Materi kuliah Fasilitator kelas Bunda Sayang, level 4, Memahami Gaya Belajar Anak, Institut Ibu Profesional, 2017

Santosa, Harry. Fitrah Based Education. Volume 2.0, Millenial Learning Centre, 2016.